Anda pernah bertanya kepada anak Anda, kenapa ia menonton TV? Atau, mengamati dan membuat perkiraan, kenapa ia menonton TV? Barangkali, banyak orangtua tak pernah memikirkan hal ini. Yang jadi
perhatian orangtua biasanya adalah bagaimana pola menonton TV anaknya
atau apa efek menonton TV bagi anak, tanpa memikirkan mengapa anaknya
punya ketertarikan pada TV.
Padahal, mengetahui alasan anak menonton TV penting bagi orangtua untuk
menjadi dasar keputusannya dalam hal mengatur pola interaksi anak
dengan TV, atau untuk menentukan langkah apa yang dapat dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan anak dengan TV. Rubin, seorang peneliti media, menemukan sejumlah motivasi bagi anak dan remaja tentang mengapa mereka menonton TV.
Pertama, motivasi relaksasi. Bagi banyak anak dan
remaja, menonton TV membuat rileks atau santai, karena bisa melepaskan
ketegangan. Bagi mereka, menonton TV merupakan istirahat yang
menyenangkan. Ini misalnya dikatakan Hana (9 tahun), “Sesudah selesai ulangan nanti,
aku mau nonton TV sepuasnya! Nggak boleh ada yang larang-larang!” Sang
ibu tertawa mendengar celotehan putrinya. Hana memang punya kebiasaan
menghabiskan waktunya di depan TV jika sudah selesai belajar atau
mengerjakan PR.
Kedua, menjadikan TV sebagai teman. Di sini, menonton
TV membuat seorang anak tidak merasa kesepian. Mereka menonton TV bila
tak ada yang menemani. Ini terjadi pada Ilham (11 tahun). Anak pendiam dan penyendiri ini
banyak menghabiskan waktu dengan menonton TV, bermain game dan internet.
Anak tunggal ini menyukai animasi dan film-film dokumenter.
Ketiga, karena kebiasaan. Mereka menjadi senang
menonton dan menjadikannya sebagai suatu kebiasaan, karena TV mudah
mereka nyalakan tanpa aturan tertentu di rumah. Saya mengenal sejumlah anak yang menonton TV lebih dari 4 jam sehari,
bahkan, ada yang sampai 7 jam sehari. Anak-anak ini bangun pagi karena
suara TV. Hampir sepanjang hari TV “on”. Pulang sekolah mereka langsung
ke depan TV lagi. Mereka adalah pemirsa yang omnivision,
menonton segala acara, termasuk acara-acara dewasa yang sebenarnya
tidak cocok untuk mereka. Anak-anak ini menjadi pengemar TV karena
kebiasaan di rumah. TV laksana “babysitter” bagi mereka.
Keempat, untuk menghabiskan waktu. Anak dan remaja
menonton TV kalau tidak ada hal lain yang dapat dilakukan, untuk dapat
mengisi waktu. TV memberi mereka kegiatan yang dapat menyibukkan (yaitu
menonton!). Dalam pengamatan saya, banyak anak “lari” ke TV karena mereka tidak
memiliki kegiatan lain yang harus dilakukan. Mereka punya waktu luang,
sementara TV tersedia di depan mereka. Ini tidak terjadi pada anak yang
memiliki banyak kegiatan. Anak yang sibuk tidak punya waktu lagi untuk
menonton TV. Kesibukan bisa saja karena urusan sekolah (belajar, les,
ekskul), bermain atau menjalankan hobi.
Kelima, motivasi hiburan. Bagi anak, TV itu menghibur dan menonton TV itu nikmat dan menyenangkan. TV adalah hiburan “murah meriah”. TV mudah dijangkau karena media ini
tersedia di rumah. Acara TV sendiri mayoritas adalah hiburan. Orang tak
perlu pintar dan tak perlu kemampuan baca-tulis untuk bisa menonton TV.
Acara TV bisa ditonton siapa pun. Nah, karena persyaratan menonton TV
amat mudah dan orang memang suka dengan hiburan, TV pun menjadi amat
menarik.
Keenam, untuk interaksi sosial. Bagi sebagian anak,
menonton TV merupakan kegiatan yang bisa dilakukan bersama ketika
temannya datang. Menonton TV juga membuat adanya bahan pembicaraan saat
mengobrol dengan orang lain. Dengan menonton TV anak juga bisa berada
bersama dengan keluarga atau kerabat yang sama-sama menonton.
Ketujuh, untuk mendapatkan informasi. TV dianggap
memberi pelajaran tentang diri sendiri atau orang lain, membuat penonton
belajar hal-hal baru dan belajar tentang hal-hal yang mungkin akan
terjadi pada diri. Ini misalnya terjadi pada Vivin (15 tahun). Anak perempuan pintar ini
penonton setia berita TV. Ia juga menggemari film-film dokumenter yang
sering ditayangkan Metro TV. Ia suka ikut-ikutan orangtuanya menyimak talkshow politik dan sesekali menonton acara “Kick Andy” dan “The Golden Ways”.
Kedelapan, TV dapat membangkitkan semangat. Bagi banyak anak, menonton TV itu seru, menarik, dan membangkitkan semangat. Pernah melihat anak-anak yang terpaku di depan TV menyaksikan
pertarungan di film animasi “Naruto”? Atau anak-anak yang dulu
tergila-gila dengan “Smackdown”? Bagi mereka, tontonan semacam ini seru
dan membuat bersemangat
Kesembilan, motivasi melarikan diri (escape).
Menonton TV membuat anak bisa melupakan kewajiban dan hal lainnya,
membuat ia bisa melepaskan diri dari keluarga atau orang lain, atau
melepaskan diri dari apa yang sedang dikerjakan. TV adalah tempat pelarian diri yang mudah. Jika sedang sedih atau bete,
menonton acara yang menghibur di TV bisa membuat penonton sejenak
melupakan kesedihannya. TV juga menjadi media yang menarik untuk
menghindar dari seseorang. Orang bisa menonton dengan asyik dan dengan
itu membentengi dirinya dari orang lain (misalnya orangtua, anggota
keluarga lain), seolah-olah menyatakan, “Please, jangan ganggu aku! Aku lagi asyik nonton.”
Nah, mengenali ragam motivasi anak menonton TV ini membuat orangtua
dapat melakukan sesuatu untuk mengatur interaksi anak dengan TV.
Misalnya, jika kita tahu bahwa anak menonton TV untuk menghabiskan
waktu, maka ketimbang anak menghabiskan waktu sia-sia dengan TV,
orangtua dapat memilihkan kegiatan untuk anaknya. Misalnya, menyuruh
anak bermain dengan temannya, mengajak anak bermain bersama atau
melakukan aktivitas lain yang menarik seperti memasak, menggambar atau
berjalan-jalan. Yang lain adalah mengenali hobi anak dan berusaha agar
anak dapat menjalankan hobinya itu. Intinya, menjadikan anak menjadi
sibuk atau punya aktivitas, sehingga ia tak lari ke TV.
Contoh lain, jika anak menonton TV karena kebiasaan dan TV
menjadi candu baginya, sebaiknya orangtua turun tangan dengan perlahan
“menarik” anaknya dari TV. Pelan-pelan, jam menonton anak dibatasi,
acara TV yang boleh ditonton diseleksi, dan sibukkan anak dengan
kegiatan lain agar ia melupakan TV.
Mengenali alasan anak dalam menonton TV dan kemudian
melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki pola interaksi anak dengan
TV adalah salah satu wujud dari tanggungjawab kita sebagai orangtua.
Tujuannya agar TV dapat digunakan dengan bijak dan anak terhindar dari
efek TV yang buruk.
Sumber: http://www.ummi-online.com/berita-75-kenali-alasan-anak-menonton-tv.html
0 comments:
Post a Comment
Bila ada link download yang rusak, cobalah ulangi lagi dengan klik link tersebut (link yang ada di postingan) dan tunggu sampai ada tulisan "Skip Ad" di pojok kanan atas, jangan klik "skip Add" tersebut, tapi drag "skip Ad" tersebut ke Address bar, lalu enter. Apabila cara ini masih tidak bisa, mohon tinggalkan komentar agar bisa segera diperbaiki.