Selama
kuliah dan jauh dari orang tua, aku dituntut untuk mandiri dalam segala
hal. Termasuk mengatur keuangan pribadi. Mendapat uang beasiswa,
tambahan honor mengajar privat dan sesekali kiriman uang saku dari orang
tua membuat aku merasa ready stock money. Setidaknya sudah
pernah mengantongi uang dengan nominal yang cukup banyak untuk kalangan
mahasiswa, tetapi tidak jarang juga sering kekurangan; berfoya-foya di
tanggal-tanggal muda dan super hemat di tanggal 20-an ke atas.
Selama ini dengan
uang hasil jerih payahku, aku bebas membeli apa saja yang aku mau tanpa
harus merasa bersalah terhadap orang tuaku. Tetapi itu dulu, saat job
mengajarku masih lancar dan banyak mendapat tawaran sana-sini, saat
kebutuhan kuliahku belum meningkat, saat uang beasiswa datang tepat
waktu sehingga bisa menopang kebutuhanku, saat ayah masih rajin bertanya
tentang kondisi keuanganku. Tapi sekarang, semuanya bertolak seratus
delapan puluh derajat. Bimbel tempat dulu aku mengajar tersandung kasus
internal antara manajer dan direktur utama perusahaan event organizer
yang menaungi bimbel tersebut hingga memaksa harus tutup. Hal ini
menjadi kesedihanku yang pertama, karena itu artinya pengahasilan
tambahanku berkurang. Apalagi murid privat yang menjadi sumber subsidi
terbesar keuangan pribadiku mogok nggak mau belajar, karena dari awal
memang ibunya yang berminat bukan anaknya. Inilah kesedihan keduaku.
Di semester ini aku
sok-sokan ikut berbagai kegiatan mulai dari organisasi dan unit kegiatan
mahasiswa, ditambah lagi acara-acara kepanitiaan kampus yang mau nggak
mau menambah pengeluaran kebutuhanku (untuk iuran kas lah, set up cost
kepanitiaan lah dan tarikan-tarikan kecil lainnya). Aku sudah mulai
cemas dengan keuangan pribadiku yang mulai kritis. Aku mencoba apply ke beberapa bimbel via e-mail,
tetapi belum ada panggilan satupun. Sedihnya lagi desas-desus dari
bagian kemahasiswaan, bahwa uang beasiswa tidak bisa turun bulan ini dan
akan dirapel selama 6 bulan ke depan karena ada satu dua hal yang tidak
aku mengerti birokrasinya. Duh, kenapa semuanya serasa menjadi rumit?
Orang rumah terlalu menganggapku mampu mandiri, Ayah tidak pernah
menanyakan kondisi keuanganku lagi dan aku pun sungkan untuk sambat
minta dikirimin uang. Biarlah mereka yang di rumah tidak tahu kondisi
ini. Aku memutar otak bagaimana bisa menghasilkan uang untuk bertahan
hidup. Tapi pikiranku buntu, tak ada ide sama sekali. Ya Alloh... kenapa gara-gara uang hidup bisa serumit ini?memang benar kata bang Rhoma, hanya karena rupiah orang menjadi susah!
Uangku sudah
benar-benar kritis. Sementara kebutuhan kuliahku semakin minta dipenuhi
setiap harinya. Saldo di ATM-ku juga jangan ditanyakan lagi, sudah
mencapai ambang batas yang tidak boleh diambil, hanya cukup buat
jaga-jaga biar rekening nggak hangus. Astaghfirulloh... bagaimana ini?
Aku hampir saja berteriak minta tolong sama orang rumah, tapi aku
urungkan niat saat aku berbenah kamar dan melihat amplop coklat yang
biasa digunakan untuk melamar pekerjaan terselip di bawah bantal.
Ahaa... seketika mataku terbelalak. Aku langsung merasa membaik dan
kecemasanku berkurang saat itu juga. Aku membuka amplop dan mataku
semakin terbelalak ketika melihat uang-uang receh di dalam amplop itu.
Aku baru ingat, kebiasaanku menaruh uang sisa ke dalam amplop coklat
yang entah aku ambil dari mana amplop itu, lupa.
Satu per satu aku
menghitung, receh demi receh, lembar ribuan yang sudah kumal, sesekali
terpekik menemukan lembaran uang dua puluh ribuan; kapan aku naruhnya? Setelah
dihitung-hitung uangku ternyata cukup untuk memperpanjang hidup di kota
Metro ini selama seminggu ke depan. Urusan seminggu --> -->
--> --> akhir minggu depan saja memikirkannya. Yang terpenting
sekarang aku masih mengantongi uang meskipun receh. Alhamdulillah..
Aku memanfaatkan
dengan baik uang recehan itu, untuk segala hal. Membeli makan siang,
bayar angkot, bayar foto copy buku. Masa bodo dengan gerutuan abang
angkot melihat recehan uang yang aku serahkan padanya. Malu juga sih
saat membayar makan siang di kantin dengan recehan, apalagi sempat
diberi senyuman geli dari abang soto mie. Tapi sekali lagi masa bodo, aku nggak akan melakukannya kalau tidak terpaksa, Bang... batinku.
Menjelang tidur, aku
kembali menghitung sisa uang recehanku untuk kebutuhan hari esok.
Dengan pelan dan penuh kehati-hatian aku kumpulkan uang seratus rupiah
sebanyak sepuluh keping, lalu aku plester biar saat ngasih ke
abang-abang angkot tidak ada yang jatuh seperti kemarin. Sementara uang
lima ratus rupiah aku tumpuk tiap empat keping dan aku plester juga.
Lembar ribuan aku biarkan tetap mengisi amplop coklat itu untuk
jaga-jaga. Ya Tuhan... betapa receh demi receh ini begitu berguna untuk
kondisiku saat ini. Aku meneteskan air mata di sela-sela menghitung uang
recehanku. Pertama karena ini memang hal yang paling miris dalam
hidupku. Yang kedua aku menangis karena menyesal selama ini telah
menyia-nyiakan keping-keping logam receh yang entah beberapa bulan ini
aku taruh di mana. Bahkan aku pun lupa sebenarnya recehan yang ada di
amplop coklat ini kapan terakhir naruhnya. Kini aku tahu betapa
berharganya receh demi receh yang dicari oleh para pengamen angkot,
betapa pundi-pundi uang yang mungkin kita miliki tidak akan ada jika
tidak berawal dari ratusan rupiah. Seperti kemarin aku harus
mengobrak-abrik tas gara-gara uang untuk membayar angkot kurang lima
ratus rupiah. Sesuatu yang dulu mungkin kau anggap remeh, cepat atau lambat kau akan merasa bahwa hal itu ternyata bermanfaat juga.
Tidak ada yang Alloh ciptakan sia-sia di dunia ini kecuali untuk
memberi manfaat dalam hidup kita, seperti isi amplop coklatku yang
berawal dari kebiasaan tak sengajaku.
Dalam seminggu itu
pula aku merasa menjadi manusia paling miskin sekaligus merasa menjadi
manusia paling tangguh karena dapat bertahan hidup dengan
kepingan-kepingan receh. Tapi dalam seminggu itu pula aku sadar, cepat
atau lambat uang recehku juga akan habis karena kugunakan setiap
harinya. Aku kembali memutar otak, tapi kali ini tidak akan kubiarkan
otakku buntu. Aku paksa otakku untuk bekerja. Dalam kondisi terdesak dan
darurat ternyata otakku mampu berfikir lebih cepat untuk mencari jalan
keluar. Aku harus segera tahu bagaimana caranya mendapatkan uang. Ya,
meskipun kalau sudah rezeki tidak akan kemana, tapi Mario Teguh pernah
bilang,” Kalau sudah rezeki memang tidak akan kemana, tetapi
sebenarnya ia ada di mana? Ia tidak akan datang sendiri dan kamu harus
mendekatinya.”
Malam itu juga aku beranjak mengirim email untuk apply
ke berbagai bimbel (lagi). Aku ingin mengadopsi teori peluang. Aku
yakin meskipun hanya satu pasti ada yang tembus alias dapat panggilan.
Logikanya saat kita mencoba memanah dengan percobaan cuma satu kali,
belum tentu tepat mencapai sasaran. Tetapi jika kita mecoba selama 20
kali percobaan pasti ada beberapa yang tepat sasaran.
Benar saja, teori
peluang yang aku adopsi ternyata berbuah hasil juga. Intinya aku
mendapat panggilan mengajar. Dari sekitar 10-an bimbel yang aku apply,
aku mendapat tawaran sekitar 5. Hanya saja karena waktunya bentrok
dengan jadwal kuliahku aku hanya menerima 2. Ya Alloh, semoga ini awal
yang baik untuk tidak mengulang mirisnya menggantungkan hidup pada uang
receh.
Dua hari -->
--> --> -->, kakakku menelpon. Ia menawariku kiriman uang.
Tentu saja aku tak kuasa menolaknya. Diam-diam lagi mengaharap kiriman,
eh ada yang nawarin. Memang kalau sudah rezeki, benar tidak akan kemana.
Alhamdulillah...
Ternyata hidup itu
memang sebuah siklus, ada kalanya ia jatuh untuk berbenah menjadi lebih
baik dan ada kalanya ia berada di posisi yang paling mujur dan tinggi.
Bukan untuk kesombongan tetapi untuk mengingat saudara-saudaranya yang
masih bernasib lebih buruk. Untuk sekadar melihat ke luar sana lalu
berbisik lirih berterimakasih karena nasibnya jauh lebih beruntung
dibanding mereka yang tidur di emperan toko, di kolong jembatan, yang
hidupnya mengandalkan uang receh.
Mulai saat ini aku
akan sangat menghargai recehan-recehan kecil, aku akan mengumpulkan
sisa-sisa recehan seberapa pun kecil nominalnya itu. Karena aku yakin
suatu saat nanti ia akan berguna, bukan untuk orang lain tetapi untuk
diriku sendiri.
Sumber: http://www.annida-online.com/artikel-5381-kepingan-uang-receh.html
0 comments:
Post a Comment
Bila ada link download yang rusak, cobalah ulangi lagi dengan klik link tersebut (link yang ada di postingan) dan tunggu sampai ada tulisan "Skip Ad" di pojok kanan atas, jangan klik "skip Add" tersebut, tapi drag "skip Ad" tersebut ke Address bar, lalu enter. Apabila cara ini masih tidak bisa, mohon tinggalkan komentar agar bisa segera diperbaiki.